GANGGUAN MOOD

Mood didefinisikan sebagai “alam perasaan” atau “suasana perasaan” yang bersifat internal. Ekspresi eksternal dari mood disebut afek, atau “eksternal display”. Sejak lama dalam literatur psikiatri mood yang terganggu disebut gangguan afektif. Tapi kurang lebih dalam 5 tahun terakhir, gangguan afektif ini diubah namanya dengan gangguan mood. Yang paling utama dalam gangguan moodini adalah mood yang menurun atau tertekan yang disebut depresi, dan mood yang meningkat atau ekspansif yang disebut mania (manik). Baik mood yang menurun atau terdepresi dan mood yang meningkat bersifat graduil , suatu kontinuum dari keadaan normal ke bent6uk yang jelas-jelas patologik. Pada beberapa individu gejala-gejalanya bisa disertai dengan ciri psikotik.

Tanda dan Gejala Depresi
Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur, seks, serta hal-hal menyenangkan lainnya. Orang yang depresi mungkin:
- Sulit konsentrasi, bicaranya pelan, kata-kata monoton, suara pelan
- Memilih untuk sendirian dan berdiam diri; atau justru tidak bisa diam
- Sulit menemukan solusi permasalahan

Tanda dan gejala depresi mungkin bervariasi bergantung usia, anak-anak yang depresi seringkali menunjukkan keluhan somatis, seperti sakit perut atau sakit kepala, sedangkan orang dewasa yang depresi seringkali mudah lupa dan mudah terdistraksi.
Gejala-gejala ringan dapat berupa peningkatan dari kesedihan atau elasi normal sedang gejala-gejala berat dikaitkan dengan sindrom gangguan mood yang terluhat berbeda secara kualitatif dari proses normal dan membutuhkan terapi spesifik.
Gangguan depresi sering dijumpai. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering pada laki-laki terutama usia muda dan tua.

Klasifikasi
Gangguan mood berbeda dalam hal manifestasi klinik, perjalanan penyakit, genetik, dan respons pengobatan. Kondisi ini dibedakan satu sama lain berdasarkan: (1) ada tidaknya mania (bipolar atau unipolar); (b) berat ringannya penyakit (mayor atau minor); (c) kondisi medik atau psikiatrik lain sebagai penyebab gangguan. Maka diklasifikasikan sebagai berikut:
(I) Gangguan mood mayor : depresi mayor dan/ atau tanda-tanda gejala manik. Gangguan Bipolar I ( manik-depresi) – mania pada masa lalu atau saat ini ( dengan atau tanpa adanya depresi atau riwayat depresi). Gangguan Bipolar II – hipomania dan depresi mayor mesti ada saat ini atau pernah ada. Gangguan Depresi Mayor- hanya depresi berat saja.
(II) Gangguan mood spesifik lainnya. Depresi minor dan/atau gejala-gejala dan tanda-tanda manik. Gangguan distimia – depresi saja. Gangguan siklotimia –depresi dan hipomanik saat atau baru saja berlalu (secara terus menerus selama 2 tahun).
(III) Gangguan mood akibat kondisi medik umum dan gangguan mood akibat zat.
(IV) Gangguan penyesuaian dengan mood depresi : depresi yang disebabkan oleh stressor.

Diagnostik Formal Gangguan Mood Menurut DSM IV-TR
Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) merupakan salah satu instrumen yang dipakai untuk menegakkan diagnosis depresi, selain PPDGJ-III (ICD-X) yang digunakan di RSJ-RSJ di Indonesia. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakkan. Tapi bila gejala depresi muncul dalam keluhan psikomotor atau somatik seperti malas bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala terus menerus, adanya gejala depresi yang melatarbelakangi sering tidak terdiagtnosis. Ada masalah yang juga dapat menutupi diagnosis depresi, misalnya individu penyalahguna alkohol atau napza untuk mengatasi depresi, atau depresi muncul dalam bentuk gangguan perilaku.

A. Diagnosis Depresi (Depresi Mayor/ Unipolar)
- Minimal 2 minggu kehilangan minat dan kesenangan dan mood depresif.
- Minimal muncul 4 diantara simptom additional berikut ini, yaitu: gangguan tidur dan nafsu makan, hilang energi, worthlessness, suicidal thought, dan sulit konsentrasi.
- Subclinical depression: individu yang simtomnya kurang dari 5, memiliki kesulitan dalam fungsi psikologisà mirip
- Depresi 2-3x lebih sering pada wanita daripada pria; lebih sering terjadi pada golongan ekonomi bawah; dewasa muda
- Depresi cenderung muncul berulang à 80 % penderita mengalami episode lain

B. Diagnosis Gangguan Bipolar
- Gangguan Bipolar I: episode mania/ campuran, terdapat simtom mania dan depresi. Episode mania disini minimal muncul 3 simtom additional (4 simptom jika mood hanya irrirable).
- Gangguan bipolar lebih jarang muncul daripada depresi mayor
- Rata-rata onset: umur 20an, seimbang antara pria dan wanita

Heterogenitas Kategori DSM-IV
- Banyak penderita dengan gejala heterogen, tapi dikelompokkan pada diagnosis yang sama.
- Munculnya delusi dapat membedakan penderita depresi unipolar à tidak reaktif terhadap terapi obat-obatan biasa, kecuali dikombinasikan dengan terapi psikotik.
- Sejumlah pasien depresi mengalami fitur melankolis (tidak bahagia/ senang meski terjadi peristiwa menggembirakan, bangun tidur 2 jam lebih cepat, cemas berlebihan) à reaktif terhadap terapi biologis.
- Episode manik dan depresif mungkin ditandai fitur katatonik (gangguan motorik, aktifitas tidak bertujuan).
- Gangguan bipolar dan unipolar mungkin sifatnya musiman bila pasien secara teratur mengalaminya.

Gangguan Mood Kronik
Jangka panjang, minimal 2 tahun, belum cukup mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
Ada 2 jenis:
a. Gangguan cyclothymic
Periode depresi dan hipomania berulang. Selama depresi pasien merasa inadekuat, selama hipomania self esteem meningkat. Menarik diri, tidur terlalu sering atau terlalu sebentar, sulit konsentrasi, dan jarang berbicara.

b. Gangguan dysthymic
Depresi kronis, feeling blue, sedikit sekali merasa senang, insomnia atau justru terlalu banyak tidur, tidak efektif, letih, pesimis, sulit konsentrasi, dan berpikir jernih, menghindari bersama-sama dengan orang lain. Pasien distimia mengalami 3 atau lebih simtom additional, meliputi mood depresif tapi bukan suicidal thought. Minimal berlangsung selama 2 bulan.

Gangguan Mood dan Depresi
- Individu yang depresi lebih sedikit menunjukkan ekspresi wajah positif dan mengalami emosi menyenangkan
- Gangguan kecemasan biasanya muncul bersamaan dengan depresi.

Teori Psikoanalisis Tentang Depresi
Teori psikodinamika klasik mengenai depresi dari Freud dan para pengikutnya meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini (Nevid dkk, 2005).

Menurut pandangan ini, gangguan bipolar mewakili dominansi yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase depresi, superego adalah dominan, memproduksi kesadaran yang berlebihan atas kesalahan-kesalahan dan membanjiri individu dengan perasaan bersalah dan ketidakberhargaan (Nevid dkk, 2005).

Model psikodinamika terbaru lebih terfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan personal, dll). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-examination (self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar. Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek atau tujuan penting yang hilang dan tetaap tidak dapat merelakan harapan akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali (Nevid dkk, 2005).

Teori Kognitif Tentang Depresi
a. Teori depresi Beck (1967)
Beck mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Durand dan Barlow, 2006).
Model kognitif Beck berfokus pada peran berpikir yang negatif atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depan. Segi tiga kognitif dari depresi ini menghasilkan kesalahann tertentu dalam berpikir, atau distorsi kognitif, dalam berespons pada peristiwa negatif, yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi (Nevid dkk, 2005).

b. Teori helplessness/ hopelessness
1. Learned helplessness: kepasifan individu dan perasaan tak berdaya mengontrol hidupnya, didapat dari pengalaman-pengalaman buruk/ trauma, mengarah pada depresi
2. Attribution and learned helplessness: pada situasi dimana individu pernah gagal, ia akan mencoba mengatribusikan penyebab kegagalan. Individu depresi bila mereka mengatribusikan kejadian negatif bersifat stabil dan global. Individu depresi biasanya menunjukkan depressive attributional styleàmengatribusikan rasa hasil negatif sebagai personal, global, penyebabnya stabil

3. Teori hopelessness
Sejumlah bentuk depresi dianggap sebagai akibat hopelessnessà merasa hasil yang diharapkan takkan pernah muncul, individu tak bisa merubah situasi. Kemungkinan muncul akibat self esteem yang rendah, kecenderungan anggapan bahwa kejadian negatif akan mengakibatkan sejumlah hal negatif

Teori Interpersonal Tentang Depresi
- Individu depresi cenderung terbatas jaringan dan dukungan sosialnyaàmengurangi kemampuan individu mengatasi kejadian negatif, rentan terhadap depresi
- Individu depresi berusaha meyakinkan diri bahwa orang lain benar peduli. Namun ketika yakin, rasa puasnya hanya sebentar. Berhubungan dengan konsep diri negatif.
- Kompetensi sosial yang rendah diperkirakan memunculkan depresi pada anak usia TK
- Interpersonal problem solving skill yang rendah dapat meningkatkan depresi pada remaja

Teori Humanistik tentang Depresi
Menurut kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap menjadi tempat yang menjemukkan. Pencarian orang akan makna memberikan warna dan arti bagi kehidupan mereka. Perasaan bersalah dapat timbul saat orang percaya bahwa mereka tidak membangkitakn potensi-potensi mereka. Mereka dapat meningkatkan suatu perasaan suram yang terekspresikan dalam perilaku depresi – kelelahan, mood yang murung, dan menarik diri (Nevid dkk, 2005).
Humanistik juga berfokus pada hilangnya self-esteem yang dapat muncul saat orangg kehilangan teman atau anggota keluarga, ataupun mengalami kemunduran atau kehilangan dalam pekerjaan. Depresi adalah konsekuensi yang sering terjadi dari kehilangan seperti itu, terutama jika kita mendasarkan self-esteem kita pada peran pekerjaan atau kesuksesan (Nevid dkk, 2005).

Teori Behavioristik tentang Depresi
Dalam perspektif teori belajar lebih kepada faktor-faktor situasional, seperti kehilangan reinforcement positif. Kita memiliki kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha kita. Perubahan pada frekuensi atau efektivitas reinforcement dapat mengubah keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga. Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan dan nantinya semakin mengurangi kesempatan untuk mendapatkan reinforcement (Nevid dkk,2005)

Teori Psikologi Tentang Gangguan Bipolar
- Tekanan hidup adalah faktor penting munculnya gangguan bipolar
- Dukungan sosial dapat mempercepat penyembuhan simptom depresi, tapi tidak simtom mania
- Attributional style + sikap disfungsi + kejadian buruk ---->peningkatan simptom depresi ataupun mania pasien bipolar
- Self esteem individu mania mungkin sangat rendah

DEPRESI PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA
Simtom dan Prevalensi
Anak-anak dan remaja menunjukkan kemiripan dengan orang dewasa dalam hal mood yang depresif, tidak mampu untuk merasakan kesenangan, kelelahan, sulit konsentrasi, dan ide bunuh diri. Perbedaannya pada tingkat usaha untuk bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi pada anak dan remaja, sering bangun lebih awal di pagi hari, kehilangan selera dan berat badan, dan depresi di pagi hari pada orang dewasa. Terkadang depresi disebut sebagai masked depression, yaitu menampilkan perilaku agresif dan menyimpang, yang biasanya pada orang dewasa tidak dilihat sebagai refleksi dari depresi. Masalah dalam melakukan diagnosis depresi pada anak-anak adalah seringkali merupakan komorbiditas dengan gangguan lain, misalnya kecemasan. Lebih dari 70% dari anak-anak yang depresi juga memiliki gangguan kecemasan atau simtom kecemasan yang signifikan (Anderson et al., 1987: Brady & Kendall, 1992; Kovacs, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Telah ditemukan bahwa anak-anak yang lebih muda dengan gangguan depresi dan gangguan lainnya mengalami pengalaman depresi yang parah dan membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan (Keller et al., 1988; Kovacs et al., 1984, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).

Secara umum, depresi muncul kurang dari 1% pada anak-anak prasekolah (Kashani & Carlson, 1987; Kashani, Hoalcomb, & Orvaschel, 1986, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004) dan 2–3% pada anak usia sekolah (Cohen et al., 1993; Costello et al., 1988, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada remaja, rata-rata penderita depresi sama dengan orang dewasa, dengan rata-rata yang biasanya tinggi (7-13%) pada anak perempuan (Angold & Rutter, 1992; Kashani et al., 1987, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).

Etiologi
Depresi pada anak-anak dan remaja juga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau disebabkan oleh keluarga dan hubungan dengan orang lain sebagai sumber stress yang kemudian berinteraksi dengan penyebab biologis tersebut. Mempunyai ibu yang depresi meningkatkan resiko depresi pada anak dan remaja, namun tidak diketahui mengenai pengaruh dari ayah (Kaslow, Deering, & Racusin, 1994, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Orang tua serta anak yang depresi akan berinteraksi secara negatif, seperti kurangnya kasih sayang dan saling menyakiti.

Penyebab depresi dan mania secara pasti belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan pada terjadinya gangguan mood ini, yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang berakibat stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, dll), faktor kepribadian, genetik, dan biologik lain seperti ganggtuan hormon, keseimbangan neurotransmiter, biogenik amin, dan imunologik..